Powered By Blogger
Minggu, 04 Maret 2012

Reog Ponorogo


Abstrak
            Reog merupakan kesenian rakyat Ponorogo yang berkembang di beberapa wilayah terutama di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Daerah khusus ibukota Jakarta. Reog sebagai seni kemasan pariwisata mulai digelar pada festival Reog tingkat Nasional dalam serangkaian Grebeg Suro pada tahun 1980 di Ponorogo. Reog dikemas secara ringkas dan padat agar dalam waktu pementasan yang singkat, gerak dimodifikasi, kualitas mutunya tetap terjamin dapat memuaskan selera wisatawan. Seluruh penari Reog menjadi pemegang peran, sehingga dapat menarik penonton. Tari Warok, Dhadhak Merak, Bujangganong, Jathil dan Klana Topeng melakukan kreatifitas gerak tari sesuai dengan keahlian senimannya, sehingga memberikan nuansa baru. Sebagai seni kemasan Reog meru          -pakan tiruan dari aslinya, relatif kaya gerak dan singkat dalam arti waktu pertunjukan relatif pendek, penuh variasi, mengesampingkan nilai sakral, magis serta simbolis dan relatif murah harganya.
A.Pendahuluan
            Pada awalnya bentuk kesenian Reog merupakan salah satu bentuk kesenian rakyat yang sangat sederhana. Kesederhanaan dan kesahajaan dapat diamati dari tata rias dan tata busana, bentuk gerak para penari yang relatif sederhana oleh karena semula hanya seperti berjalan-jalan kemudian sedikit agak bergoyang mengikuti bunyi instrumen terutama mengenai irama : keras-lirih, cepat-lambat, dan per- gantian bentuk gending. Dalam sajian Reog, bentuk gerak yang relatif agak dominan terutama atraksi Dhadhak Merak dengan Topeng Ganongan.Beberapa pemegang peran tari yang lain diantaranya adalah : Dhadhak Merak  ( Pembarong yang memainkan Topeng kepala Singa dengan jamang bulu merak yang ditata bagaikan kipas dengan ukuran lebar dua meter, tinggi dua setengah meter), Topeng Ganongan, Klana Topeng, Jathil sebagai pemain kuda kepang, dan Warok.Bentuk sajian semula lebih tampak sebagai sebuah prosesi, banyak berjalan kadang-kadang berhenti untuk atraksi Dhadhak Merak yang berpasangan dengan Topeng Ganongan. Kesederhanaan dan kesahajaan juga dapat diamati dari seperangkat instrumen yang digunakan sebagai iringan yang terdiri dari: Sebuah Kendang besar, sebuah Kendang ketipung, sebuah Seruling, sebuah Terompet, Gong besar dari besi, Ketuk dari besi dan dua buah Angklung. Permainaninstrumen relatif mudah disajikan. Kendang mempunyai peranan yang sangat vital yaitu sebagai pengendali dan pengatur seluruh bunyi instrumen terutama mengenai irama: keras-lirih, cepat-lambat, dan pergantian bentuk gending. Irama permainan kendang lebih banyak mungkus dalam mengiringi tarian, terutama atraksi Dhadhak Merak dengan Topeng Ganongan. Irama gending seirama jalannya pasukan berbaris dan relatif agak monoton. Irama dinamis terjadi pada saat Dhadhak Merak dan Topeng Ganongan melakukan atraksi.Permainan diawali dari Tarian Topeng Ganong yang mencoba menggoda Dhadhak Merak dengan gerak-gerak geculan, kemudian semakin meningkat menjadi sebuah permusuhan yang membuat pertunjukan semakin menarik dan memikat penonton. Pemegang peran yang lain seperti Warok, Jathil, Klana Topeng sebagai penari depan yang berbaris menjadi cucuk lampah untuk mengawali barisan dengan bentuk gerak yang sederhana.Reog berkembang di luar daerah asal mulanya seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sebagai kesenian, Reog berkembang dalam berbagai bentuk mengikuti seniman penyajinya. Reog oleh pemerintah kabupaten Ponorogo diangkat men­jadi kesenian khas tradisional yang menjadi aset Pariwisata daerah. Reog kemudian disajikan dalam berbagai bentuk pertunjukan. Dalam beberapa festival, muncul Reog yang dikemas secara ringkas dan padat akan tetapi tetap memiliki kualitas yang tinggi. Reog dalam bentuk kemasan kemudian dijadikan andalan Pariwisata. Permasalahan yang utama adalah bagaimanakah sajian Reog kemasan Pariwisata yang menjadi obyek wisata unggulan? Reog sebagai seni kemasan memerlukan penggarapan yang serius agar lebih menarik wisatawan baik domestik maupun wisata manca negara termasuk dalam berbagai pendukungnya.
B. Reog Sebagai Obyek Pariwisata Unggulan            Pada awalnya Reog sebagai seni pertunjukan rakyat tumbuh dan berkembang sebagai ekspresi masyarakat Ponorogo. Sebagai sebuah kesenian rakyat, sifat dan karakter Reog merupakan pen-cerminan perilaku masyarakat pendukungnya. Kesederhanaan, kepolosan, apa adanya tidak dibuat-buat merupakan ciri khas yang tampil dalam sebuah seni per­tunjukan Reog.
            Pada tahun 1980 Pemda Ponorogo membuat kebijakan untuk melakukan lomba dan atau festival Reog untuk menigkatkan mutu pertunjukan. Masyarakat merasa tertantang dan mengikuti lomba untuk meningkatkan sajiannya.
            Relatif banyak biaya yang diperlukan untuk memenangkan festival. Motivasi peserta untuk mengikuti festival Reog lebih didorong semangat merasa memiliki dan kebanggaan terhadap kesenian Reog.
           Disamping festival Reog, setiap tahun menjelang bulan Suro, Pemda Ponorogo juga mulai mengadakan regenerasi seniman-seniman Reog lewat sebuah lomba Reog mini, artinya para penarinya terdiri dari anak-anak yang berusia sekitar 11 tahun. Kegiatan lomba Reog mini biasanya diselenggarakan setiap bulan Agustus dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Menurut pengamatan, cara yang dilakukan oleh pemda setempat dalam meregenerasi penari Reog cukup berhasil, hal ini terbukti semakin banyak group-group Reog mini yang mengikuti lomba. Semaraknya lomba, selain diikuti oleh group-group reog mini dari wilayah kabupaten Ponorogo, juga telah diikuti peserta dari luar Ponorogo. Festival menunjukkan semangat kompetitif antar group Reog makin nyata. Wahana festival Reog yang secara rutin diadakan Pemda Ponorogo selain sebagai promosi wisata yang handal juga memiliki nilai ekonomis, sosial dan religius. Kegiatan festival yang tengah berlangsung belasan tahun, semakin tahun mengalami perubahan dan perkembangan baik secara kualitas maupun kuantitas. Kesenian Reog kini merupakan salah satu aset budaya dan pariwisata unggulan kabupaten Ponorogo.
           Sejak festival Reog bertaraf nasional digelar di alun-alun Ponorogo pada sebuah acara Grebeg Suro dalam rangka menyambut tahun baru Hijriah oleh pemda tingkat II Ponorogo, bentuk pertunjukan kesenian Reog berkembang dengan pesat meliputi dua unsur, yaifu gerak tari dan iringan. Gerak tari Reog banyak memikat para seniman khususnya koreografer untuk mencurahkan kreatifitasnya. Pertunjukan Reog yang ditangani secara profesional ternyata banyak menarik perhatian dan memikat bagi masyarakat kalangan seni maupun tanggapan publik secara umum.Kepariwisataan kabupaten Ponorogo bertambah bergairah sewaktu festival Reog mulai digelar. Banyak wisatawan yang datang dari daerah sekitar maupun dari daerah lain di luar Ponorogo. Menurut Soedarsono ada lima ciri utama dari seni pertunjukan wisata di negara yang sedang berkembang, yaitu : 1. tiruan dari aslinya; 2. singkat atau padat; 3. penuh variasi; 4. dikesampingkan nilai sakral, magis serta simbolisnya; 5. murah harganya bagi ukuran wisatawan 
           Bentuk pertunjukan Reog yang ditampilkan dari masing-masing kelompok yang datang dari berbagai daerah pada festival grebeg Suro merupakan garapan baru, yang bertolak dari bentuk lama. Kekuatan magis yang sering dipamerkan sekitar tahun 1960 hingga 1980-an oleh para penari Warok dan Dhadhak Merak tidak lagi dimunculkan. Garap tarinya lebih berkualitas dan variatif, durasi waktu yang diperlukan sajian lebih singkat. Dari penampilan yang semula memerlukan durasi waktu sekitar empat jam hingga lima jam, kini lama pertunjukannya menjadi tiga puluh menit. Mutu penyajian semakin berkualitas karena munculnya koreografer-koreografer muda yang didukung penari-penari berbakat dari kalangan perguruan tinggi seni. Lima jenis tarian terdapat dalam pertunjukan kesenian Reog, masing-masing tarian memiliki karakter dan vokabuler gerak yang berbeda-beda.
 Pola lantai tidak cenderung kelompok bergerombol, simetris namun juga diselingi pola-pola berpasangan, membentuk garis diagonal, menyebar kerangka satu unit, dan pola asemetris, diikuti pola-pola gawang asemetris.
2. Jathil            Tarian Jathil merupakan gambaran prajurit berkuda, pada awalnya ditarikan para penari pria yang memiliki sifat feminim, yang sering lebih dikenal sebagai gemblak. Para penari jathil dalam sejarahnya merupakan pelayan segala kebutu-han seorang Warok termasuk kebutuhan biologis. Merupakan kebanggaan bagi seorang Warok, semakin banyak jumlahnya gemblak yang dimiliki, sebagai pertanda semakin tinggi pula status sosialnya bagi Warok di lingkungan masyarakatnya. Dalam perkemba-ngan sekarang, tarian Jathil kebanyakan ditarikan oleh remaja-remaja putri yang masih duduk di bangku SMP dan SMU. Tata busana Jathil antara lain: iket, baju panjang putih, srempang hitam, sabuk cinde, sampur dan properti jaran. Semenjak awal dimulai Reog pola garap Jathil cenderung lemah, kurang semangat, seolah-olah terbelengu dengan sifat feminimnya. Penampilan tarian Jathil seperti jaran lempoh. Pernyataan Hariyadi sebagai pengamat dan pencinta seni didukung fakta setiap dilakukan pengamatan pertunjukan Reog, Jathil tidak mempunyai power, cenderung gerak seadanya. Permai-nan jaran kepang oleh penari Jathil sangat lemah tidak mem-punyai greget maupun kualitas yang cukup, hal ini disebabkan penarinya tidak mendapatkan pengalaman dan kemampuan ke-penarian tetapi mereka diambil dari anak-anak putri yang mau di lingkungan kelompok Reog berasal. Para remaja putri kurang berminat menjadi penari Jathil, oleh karena penilain masyarakat yang sangat rendah terhadap penari Jathil.
           Semenjak festival Reog diikuti oleh kontingen dari Prambanan yang personalnya terdiri dari kalangan akademis, kontingen dari Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta yang penarinya barasal dari penari-penari pelangi Nusantara Taman Mini Indonesia Indah dan pemain Wayang Wong Bharata Jakarta, pola garap tarian Jathil semakin hidup dan berkembang. Peningkatan dapat diamati dari jumlah vokabuler semakin * bertambah dan dari kualitas penam-pilan semakin berbobot.
          Gebrakan baru muncul setelah group Reog Gajah Manggala dari SMU I Ponorogo, bekerja sama dengan para mahasiswa Sekolah Tinggi Seni Indonesia di Surakarta mencoba mengikuti festival reog di Ponorogo tahun 1990. Pola-pola garap gerak tarian Jathil tampak mengarah pada garap gerak yang bersifat maskulin artinya lebih kenceng, gagah, bregas, berkualitas dan semangat memainkan jaran kepang terjiwai. Pola lantai lebih tergarap dan terkontrol sehingga tampak variatif, tidak monoton, lebih dapat ditonton, dan diamati dari depan maupun dari samping, lebih tertata secara estetis, tidak ada kesan di atas panggung semrawut. Pada .saat tari Jathil memerankan tarian, banyak penonton maju mendekati, dan memadati di setiap sudut-sudut panggung sehingga penuh sesak.
3. Tarian Klana Topeng
            Klana Topeng merupakan tokoh central yang memiliki akses terhadap seluruh pertunjukan. Klana Topeng berperan mengatur semua penari baik Warok, Jathil, Bujangganong dan Dhadhak Merak.Tarian Klana Topeng dalam kesenian Reog pola garap gerak, iringan, rias dan busananya berorientasi pada pola-pola garap Tari Klana Topeng gaya Surakarta.Dalam penyajian reog, Tokoh Klana Topeng kebanyakan ditampilkan secara tunggal di tengah-tengah penari-penari Warok, Jathil dan Bujangganong. Perkembangannya Klana Topeng disajikan dalam bentuk kiprah bersama-sama dengan penari Warok, Jathil dan Bujangganong. Penari lain berfungsi sebagai prajurit sekaligus berperan sebagai background dengan harapan dapat menghadirkan dan memperkuat tampilnya Klana Topeng sebagai tokoh penguasa dan seorang raja yang berwibawa.
4. Tarian Bujangganong
            Bentuk tari Bujangganong merupakan perpaduan antara gerak-gerak tarian akrobatik dengan pola-pola gerak jenaka (gecul). Gerak tari Bujangganong relatif bebas sehingga memikat dan memukau para penonton baik anak usia sekolah, remaja hingga kalangan dewasa. Tata busana Bujangganong terdiri dari baju rompi warna merah, celana tanggung hitam yang dipelisir benang kuning maupun merah, di bagian luar samping kanan dan kiri serta bagian bawah melingkar, dan memakai Topeng ganong merah yang berambut agak tebal sehingga terkesan galak dan menakutkan. Penari Bujangganong merupakan penari pilihan, memiliki keahlian khusus utamanya gerakan akrobatik yang spektakuler, sehingga membutuhkan seorang penari yang lentur dan elastis. Biasanya penampilan Bujangganong lebih memfokuskan pada gerak akrobatik. Dalam perkembangannya pola-pola gerak gecul sebagai pembuka, isian pokoknya sudah mulai tergarap dengan cermat. Bentuk garap berpasangan tarian Bujangganong sudah tampak kompak, rampak dan harmonis baik pola lantai, gerak dan iringan. Dominasi gerakan akrobatik tidak lagi tampak tetapi sudah terasa seimbang antara gerak akrobatik dan gerak-gerak yang berkarakter gecul. Bentuk-bentuk gerak akrobatik meliputi gerak salto, jalan ngayang, rol kedepan, rol kebelakang, jalan dengan tumpuan kepala dan tangan, jalan perut sebagai tumpuan. Adapun gerak-gerak gecul meliputi ngilo kaca, jalan sulingan, jalan entrakan, dan lainnya. Keseimbangan antara pola gerak akrobatik dan pola gerak gecul merupakan salah satu upaya penggarapan sajian secara utuh sebuah pergelaran Reog sehingga tariannya lebih eksis dan berkualitas.
5. Tarian Dhadhak Merak            Bentuk tari Dhadhak Merak biasanya disajikan dua orang penari dengan dandanan busana yang sama (kembar). Adapun tata busana yang digunakan antara lain: Topeng Barong atau Topeng kepala macan dengan rambut hiasan dari bulu merak yang ditata membentuk gunungan, tinggi topeng dengan bulunya mencapai 2.25 meter sedangkan lebar 1.75 meter. Di atas kepala rnacan terdapal kepala burung merak yang disambung bulu-bulu merak. Bagian badan memakai selembar kain merah dicat hitam dengan membentuk garis-garis menyerupai badan macan. Penari Dhadhak merak memakai baju kaos, celana tanggung (komprang) hitam yang pada bagian samping kanan dan kiri terdapat rumbai-rumbai kuning dan merah serta dibalut dengan sabuk atau kopel (ikat pinggang besar). Penari juga memakai kaos dalam agar tidak licin jika terkena keringat. Menurut Islam Iskandar wujud Dhadhak Merak memiliki makna simbolis. Kepala macan merupakan personifikasi dari raja Brawijaya dari Majapahit, sedangkan burung merak sebagai personifikasi dari putri kerajaan Campa. Bentuk kepala macan yang dikendarai oleh seekor burung Merak bermakna bahwa kekuasaan raja yang agung, berwibawa ditaklukkan dan dikuasai oleh putri dari Campa. Proses simbolisasi menunjukkan makna sebagai akhir yang menjadikan runtuhnya kerajaan Majapahit (Iskandar, wawancara 15 Fehruari 2002). Hancurnya kerajaan Majapahit, munculnya pusat kerajaan baru di Jawa Tengah yaitu kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Menurut ceritera rakyat raja Brawijaya yang beragama Budha dirayu istrinya ratu Campa untuk pindah memeluk agama Islam akan tetapi raja bersikukuh tidak mau, akhirnya Sang raja berpisah dengan istrinya ratu Campa dan memilih pergi ke hutan menjadi seorang pertapa.
           Penyajian Dhadhak Merak biasanya berpasangan, vokabuler gerak sangat terbatas, hal ini sangat terkait bentuk dan beratnya Dhadhak Merak yang mencapai hingga 20-30 Kg. Vokabuler gerak yang sangat menarik yaitu bentuk kebat, bahkan untuk menarikpenonlon, para penari tidak segan-segan menaikkan seorang anak kecil di atas kepala macan. Bagi penari yang sudah profesional selain gerakan dimaksud juga akan melakukan kebat di lantai sambil bergulung-gulung melingkar hingga mencapai 3-4 putaran. Pola-pola tersebut merupakan gerak-gerak atraktif yang sangat ditunggu-tunggu penonton. Pola gerak tari Dhadhak Merak yang lebih atraktif, lebih banyak vokabuler geraknya, menjadikan daya tarik tersendiri bagi banyak penonton.
6. Garap Iringan            Kesederhanaan dan kesahajaan Tari Reog dapat diamati dari garap iringan yang semula relatif monoton. Instrumen iringan terdiri atas : satu Kendang besar, satu Kendang ketipung, Sending, Terompet, Gong besar dari besi, Ketuk dari besi dan dua buah Angklung. Permainan instrumen relatif mudah disajikan. Diantara alat instrurnen, Kendang mempunyai peranan yang paling vital. Kendang sebagai pengendali dan pengatur seluruh bunyi instrumen terutama mengenai irama: keras-Iirih, cepat-lambat dan pergantian bentuk gending. Irama permainan kendang semula mungkus dalam mengiringi tarian, terutama pada atraksi Dhadhak Merak dengan Topeng Ganongan. Irama gending yang mengikuti gerak tari relatif agak monoton. Irama dinamis hanya terjadi pada saat Dhadhak Merak dan Topeng Ganongan melakukan atraksi.
Penggarapan iringan ke-mudian berkembang sesuai dengan kreasi seniman pengrawitnya. Sekalipun instrumennya masih tetap sama dengan yang lama, akan tetapi teknik pemukulan dan garap gending memiliki rasa yang relatif berbeda. Iringan mendukung dan menyatu dengan gerak tari yang disajikan. Oleh karena kebebasan penari untuk menunjukkan kreatifitasnya maka diperlukan kerjasama yang baik dan kekompakan antara penari dengan pengrawit dalam sajian. Reog dengan iringan yang dinamik lebih memikat, hentakan dalam bunyi lebih menarik dan tidak membosankan. Para penonton lebih merasa terpesona jiwanya.
Permainan gerak tari yang semula hanya dilakukan oleh Tarian Topeng Ganong yang mencoba menggoda Dhadhak Merak dengan gerak-gerak geculan, kemudian semakin meningkat menjadi sebuah permusuhan yang membuat per-tunjukan semakin menarik dan memikat. Permainan kemudian berkembang kepada seluruh penari untuk menunjukkan kreatifitasnya. Dengan demikian peran iringan diperlukan improvisasi sehingga sangat mendukung sajian secara keseluruhan.
E. Penutup            Tidak ada satupun di dunia ini yang abadi, semua berubah. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia berkaitan erat dengan adanya suatu usaha untuk meraih suatu kehidupan yang lebih dari keadaan sebelumnya. Hal tersebut seperti yang terjadi dalam kehidupan kesenian Reog di kabupaten Ponorogo. Reog mengalami perubahan dengan cara dikemas agar dapat lebih memenuhi selera masyarakat Reog kemasan merupakan salah satu atraksi wisata seni dalam upaya pelestarian budaya dan sebagai penopang pengembangan bidang Pariwisata. Pengembangan seni kemasan Pariwisata seperti diungkapkan oleh Soedarsono memiliki lima ciri utama : 1. tiruan dari aslinya; 2. singkat atau padat; 3.penuh variasi; 4. dikesampingkan nilai sakral, magis serta simbolisnya; 5. murah harganya bagi ukuran wisatawan, merupakan jalan yang harus ditempuh untuk meraih dan menciptakan seni kemasan yang layak jual. Pola regenerasi kesenian Warok yang dilakukan dengan cara festival Reog mini merupakan strategi yang sangat tepat dan cermat. Keberhasilan kesenian Reog sebagai seni atraksi wisata, sekarang tengah mengalami kemasan baru sehingga mampu bersaing dan eksis di tengah-tengah masyarakat di era budaya global.
                       


sumber : http://www.j-harmonia.com/2010/03/reog-kemasan-sebagai-aset-pariwisata.html

1 komentar:

Anonim mengatakan...

So, good job
Hasil Rangkumannya bagus banget..
thx for artikelnya.
saya perlu bgt untuk tugas..
thx.!!

Posting Komentar

Blogger news

Total Tayangan Halaman

Pengikut

 
;